Mungkin Bukan Aku
It’s my first love what I dreaming of when I go to bed..when I lay my head upon my pillow, don’t know what to do…
Alunan lagu first lovenya Nikka Costa selalu aku dengarkan akhir-akhir ini saat aku mau tidur. Lagu itu benar-benar sangat menggambarkan perasaanku. Ya, aku sudah menemukan first love ku. Rayi. Sudah hampir 1 tahun aku memendam perasaan padanya. Aku ingin Rayi tahu kalau aku memendam rasa sayang yang sangat dalam padanya. Tapi, sampai sekarang Rayi masih jadian dengan Puput, teman sekelasnya. Mereka sudah hampir setengah tahun jadian, jadi susah dipisahkan.
“Woy Shilaa…!!! Udah malem bukannya tidur malah masih bengong..” Kakakku Gilang mengagetkanku.
“Abaannngg ngagetin aja…” Aku melempar guling yang dari tadi aku peluk.
“Nggak bosen apa dengerinnya itu lagu terus..”
“Nggak..enak tahu lagunya Shila banget..hehehe…” Malam itu aku menceritakan tentang Rayi. Aku minta pendapat abang gimana caranya biar Rayi tahu perasaanku, soalnya nggak enak banget memendam perasaan lama-lama. Saking asyiknya aku bercerita, abang sampai tertidur dikamarku.
Pagi harinya, aku berpapasan dengan Rayi dan Puput. Perasaan, makin hari mereka makin nggak bisa dipisahkan saja. Ya, setiap aku melihat mereka pasti aku merasa cemburu. Pernah sekali saat aku sedang di kantin bersama teman-temanku, aku melihat mereka makan berdua, aku teriakan saja begini “ingin ku bunuh pacarmu saat dia peluk tubuh indahmu di depan teman-temanku..makan hati jadinya sakit..aku cemburu!!” hahaha… Memang nggak tahu malu aku. Aku rasa Puput tahu kalau aku sirik dengannya, soalnya setiap dia melihatku pasti tatapannya selalu sinis. Huh,aku nggak takut dengan dia!!
“Kamu harus bisa ngertiin aku dong!!” Puput marah-marah dengan Rayi di depan kelasnya.
“Terserah kamu!!” Rayi meninggalkan Puput.
Mereka kalau sedang berantem pasti didepan orang banyak deh, nggak tahu malu banget. Kayak anak kecil aja. Aku jahat banget ya..setiap aku dengar atau melihat mereka berantem pasti aku seneng..hehe..habisnya ada secerah harapan, siapa tahu mereka bisa cepet-cepet putus.
“Liat deh..pangeran lo sama permaisurinya kebiasaan banget marah-marah di depan anak-anak..,” ujar Tita, teman sekelasku.
“Biarin aja, makin sering gue liat mereka berantem, makin seneng gue soalnya ada secerah harapan. Hehe…” Aku terus saja memperhatikan mereka dari kejauhan. Kalau saja aku bisa menjadi pacarnya Rayi, aku nggak akan membuatnya marah seperti itu.
Saat pulang sekolah, hujan turun sangat lebat, kebanyakan para siswa di sekolahku memilih untuk tetap di sekolah sampai hujannya berhenti, aku dan Tita juga memilih menunggu di sekolah. Kakakku Gilang nggak bisa jemput karena masih kuliah. Sementara Tita nggak bisa nemenin aku sampai hujannya berhenti, Tita sudah duluan dijemput dengan mamanya naik mobil. Aku sendiri deh menunggu. Saat aku sedang duduk di depan kelasku, tiba-tiba Rayi duduk disampingku. Aku hanya meliriknya saja. Dia sedang asyik smsan. Pasti smsan sama Puput. Kok tumben ya mereka nggak pulang bareng? Mungkin mereka masih berantem.
“Ehm..” Aku memecahkan keheningan. Rayi melirikku. Tatapan matanya yang tajam sangat membuatku terpesona. Oh iya, menurut pendapat orang-orang, Rayi itu orangnya jutek banget dan misterius, susah di tebak. Teman-temanku saja bilang, kenapa cowok kayak Rayi bisa membuatku menunggu sampai 1 tahun? Ya itu dia yang aku suka darinya. Bikin penasarn. Hehehe..
“Kok ujannya nggak berhenti sih?” Aku menengok ke arah Rayi. Sedang bicara dengan siapa dia? Apa denganku? Tapi kok tatapannya bukan kearahku?
“Iya ya lama banget…” Aku menanggapinya lalu tersenyum padanya. Nggak diduga dia menengok kearahku sebentar lalu pergi meninggalkanku. Huh…kenapa dia pergi sih? Aku mengikutinya. Ternyata di ke kantin beli air minum. Aku duduk gak jauh darinya. Kayaknya dia tahu kalau diikuti. Tapi aku cuek saja toh aku rasa, aku nggak mengganggunya.
Aku memasang handset ku, aku dengarkan mp3. Aku putar lagunya club 80’s yang judulnya Dari Hati, lalu aku nyanyikan.
“Andai engkau tahu..bila menjadi aku sejuta rasa dihati..lama t’lah ku pendam..tapi akan ku coba mengatakan..”
“Ku..ingin kau menjadi milikku entah bagaimana caranya..lihatlah mataku untuk memintamu..” Aku langsung diam dan melepas handsetku. Rayi barusan ikut nyanyi. Aku meliriknya dan dia pun melirikku. Aku memberanikan diri berbicara dengannya.
“Lo Rayi anak 10-2 ya?” Tanyaku gugup.
“Iya..kenapa?” Jawabnya terdengar sangat jutek.
“Nggak kenapa-kenapa..” Aku kembali tersenyum padanya. Rayi berdiri dan langsung meninggalkanku tanpa sepatah kata pun. Jutek banget sih dia. Aku makin penasaran saja.
Sesampainya di rumah, ada 5 cowok-cowok sedang duduk di teras rumahku. Mereka pasti teman-temannya abang. Tumben abang bawa teman-temannya yang cakep-cakep. Biasanya nggak, hehe..
“Ini Shila?” Tanya seorang cowok yang memakai jaket hitam.
“Iya.., temen-temenya abang ya?” Tanyaku sambil memperhatikan mereka satu persatu.
“Gue sama yang lain nggak bilang dulu sama Gilang kalau mau ke sini, soalnya nomer hape Gilang nggak ada yang punya, terakhir ketemu Gilang pas baru masuk kuliah aja. Kita semua temen SMA-nya. Gilangnya belum pulang ya? “ Tanya cowok yang memakai jaket hitam itu lagi.
“Iya..masih di kampus deh kayaknya. Mungkin sebentar lagi pulang.” Terpaksa aku menemani mereka ngobrol sampai abang datang. Mereka semua lucu-lucu dan aku cepat akrab dengan mereka. Cowok yang memakai jaket itu namanya Kak Tama, dia ternyata dulu pas SMA suka main ke rumah, jadi dia ingat denganku tapi aku lupa dengannya. Lalu ada juga yang namanya Kak Rio, Kak Fatur, Kak Deni, dan Kak Eka. Aku rasa mereka nantinya calon-calon pelawak, soalnya mereka membuat aku tertawa terbahak-bahak dengan leluconnya.
Sekitar pukul 5 sore, abang baru sampai rumah. Sedang terjadi reunian kecil-kecilan di rumahku. Saat aku ingin beranjak ke kamarku, mereka semua menghalangiku katanya aku disuruh ikut ngobrol-ngobrol juga. Aku tidak menolaknya karena aku merasa nyaman ngobrol dengan mereka terutama dengan Kak Tama. Aku dan Kak Tama serasa sudah kenal lama, jadi nyambung ngobrol apa saja.
Tidak terasa sudah jam 10 malam. Aku juga sudah mengantuk. Mereka Pamit pulang dan berjanji kalau besok mereka akan mengajak aku dan abang nonton film komedi terbaru. Aku sudah tidak sabar menunggu esok hari.
Pagi-pagi sekali jam 7 ada nomer yang nggak aku kenal menelfonku. Dengan rasa ngantuk yang tak tertahankan, aku berusaha mengumpulkan nyawaku sedikit demi sedikit untuk menangkat telfonnya.
“Paaggii Shiiilllaa…” Sapa seorang cowok.
“Mmmmhh….” Mataku
masih terpejam dan sulit ku buka.
“Baru bangun..? ya ampun..masa cewek bangunya jam segini sih?”
“Siapa sih ini ? Gue masih ngantuk, mau tidur lagi.”
“Ini Kak Tama..hehe..maaf ya ganggu pagi-pagi gini..ya udah, Shila tidur lagi deh..” Aku kaget banget saat tahu kalau yang membangunkaku itu ternyata Kak Tama.
Sekitar jam 10-an aku dan abang sudah berangkat ke Mall yang ada di daerah Pondok Indah. Ternyata temen-temen kakakku sudah sampai duluan. Tanpa berlama-lama kami segera membeli tiket nonton film komedi yang kemarin sudah kami rencanakan. Kami memilih menonton paling belakang. Kami sangat menikmati filmnya, sangat lucu dan membuat kami semua tertawa terbahak-bahak.
Selesai menonton kami makan lalu beli baju. Pokonya aku sangat menikmati hang out dengan mereka. Selama hari itu, aku dan Kak Tama semakin dekat saja, Kak Tama sudah ku anggap sebagai kakakku sendiri, begitu juga Kak Tama menganggapku adiknya.
Setelah 2 mingguan aku masih sering jalan sama Kak Tama. Aku mulai agak terbuka dengannya, aku cerita tentang Rayi. Tapi aku heran, setiap aku cerita tentang Rayi, Kak Tama suka mengalihkan pembicaraan, sampai pernah aku ngambek gara-gara sikap Kak Tama seperti itu. Akhirnya sedikit demi sedikit Kak Tama mau mendengarkan dan memberikan pendapatnya. Kak Tama pernah bilang, kalau kita udah punya perasaan sayang sama seseorang, sebaiknya orang itu tahu dan menyadarinya bagaimanapun caranya kita harus bisa. Nasehat Kak Tama itu selalu aku pikirkan akhir-akhir ini. Aku pun meminta pendapatnya Tita tentang ini.
“Gimana Tita menurut lo, Rayi harus tahu kalau gue tuh suka!!”
“Gini deh, gue denger-denger sekarang Rayi sama Puput udah makin sering berantem aja. Lo coba deketin dia pelan-pelan, lo sms dia aja dulu.”
Aku coba ikutin sarannya Tita. Aku baru berani sms kalau sudah malam hari, nggak mungkin kan aku sms Rayi pas masih di sekolah, nggak enak juga sama Puput. Aku agak kesal karena Rayi tidak mengenaliku, Rayi jutek banget kalau di sms, sama aja sih dengan aslinya, udah gitu kalau balas sms lama banget. Aku jadi agak malas smsan dengannya. Sampai pada akhirnya aku mendengar kabar dari Tita kalau Rayi dan Puput sudah putus. Aku benar-benar nggak nyangka. Tanpa pikir panjang lagi, aku segera mencari Rayi di kantin, karena waktu smsan aku bilang kalau nanti pada saat yang sudah tepat aku mau berbicara langsung dengannya, tapi Rayi nggak menanggapi sms ku.
“Rayi..” Sapaku ramah.
“Ya..??” Rayi menatapku kebingungan, jelas lah soalnya dia nggak tahu kalau aku itu Shila, yang sering sms dia.
“Gue Shila..” Aku tersenyum ramah.
“Shila?? Oh Shila..Oh ternyata lo yang waktu itu nyanyi-nyanyi nggak jelas ya? Hehe..” Ternyata Rayi mengenaliku.
“Hehe..iya..” Aku tersipu malu sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
Saat itu lah pertama kalinya aku ngobrol panjang lebar dengannya, ternyata dia nggak sejutek yang aku pikir. Dia orangnya lucu, suka ngelawak. Hari itu juga aku di ajak pulang bareng dengannya. Aku nggak menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku sangat senang, tetapi sepertinya aku menangkap sinyal persaingan saat dari kejauhan Puput menatapku tajam.
Semakin hari aku dan Rayi semakin dekat, Rayi sampai pernah mengajakku nonton. Kemajuan yang sangat cepat kan? Di luar perkiraanku. Semakin dekat aku dengan Rayi, semakin jauh aku dengan Kak Tama. Aku sudah cerita ke Kak Tama kalau sekarang aku semakin dekat Rayi, tapi tidak pernah ada tanggapan dari Kak Tama, mungkin dia sibuk dengan kuliahnya.
Sudah hampir 1 bulan aku dekat dengan Rayi, tapi kenapa tiba-tiba dia mulai menjauh? Apa aku punya salah? Atau kenapa sih? Setiap aku ketemu dengannya pasti dia menghindar. Sampai tiba-tiba aku dikejutkan dengan kedatangan Puput ke kelasku.
“Lo Shila yang akhir-akhir ini deket sama Rayi kan? Kenalin gue Puput, ceweknya Rayi.” Aku diam mencoba mencerna kalimat terakhir yang dilontarkan Puput.
“Haha..ada-ada aja lo, gue tuh tahu lo udah putus sama Rayi.”
“Gue emang sempet putus, tapi 3 hari yang lalu gue balikan. Gue kesini ngasih tahu lo, soalnya gue liat lo masih nyariin Rayi. Tolong ya gue bilang baik-baik, jangan ganggu hubangan gue sama Rayi. Makasih ya..” Puput meninggalkanku yang kebingungan dengan pengakuan darinya.
“Kelamaan sih lo!!” Tita menjitak kepalaku lalu dia keluar kelas.
Aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan, aku menyesal kenapa dari kemarin aku nggak langsung menyatakan perasaanku saja, kenapa harus gengsi sih? Ah penyesalan memang selalu datang belakangan. Sekarang aku harus gimana? Tita sudah nggak mau memberi saran, karena aku keras kepala. Setelah selama pelajaran aku hanya memikirkan Rayi, Rayi dan Rayi. Aku memutuskan untuk mmberanikan diri bertemunya saat Puput sedang latihan paduan suara sepulang sekolah.
“Raayyiii..” Teriaku dari kejauhan. Aku berlari menghampiri Rayi yang sedang main hp di depan kelasnya yang sudah sepi.
“Lo balikan sama Puput?” Tanyaku terengah-engah.
“Iya..kenapa?” Rayi jutek banget, matanya itu loh nyeremin.
“Cuma mastiin aja. Rayi, gue mau bilang kalau udah hampir 1 tahun ini gue suka dan sayang
sama lo. Maaf gue lancang bilang kayak gini, tapi gue nggak kuat buat mendam perasaan gue makin lama.” Aku nggak berani menatap Rayi, jantungku berdebar sangat kencang.
“Makasih ya, tapi maaf gue sayangnya sama Puput, mendingan lo nggak usah ngarepin apa-apa dari gue dan nggak usah ganggu gue lagi, gue nggak mau ribut sama Puput gara-gara lo. Maaf..” Pada saat itu juga tiba-tiba Puput sudah ada dibelakangku.
“Gue tadi udah bilang baik-baik sama lo, nggak usah ganggu lagi. Udah lupa?” Puput terlihat sangat marah.
“Maaf Put, gue cuma ngungkapin perasaan gue aja, gue Cuma pengen Rayi tahu. Gue nggak ada maksud buat ngerusak hubungan kalian.”
“Tapi lo ngungkapin perasaan lo disaat nggak tepat, dia udah jadi cowok gue lagi.” Puput mendekati Rayi, lalu menggandeng tangannya.
Mereka meninggalkanku di tengah kesepian yang tiba-tiba menghampiriku, kesedihan yang begitu dalam. Aku menangis tidak ada gunanya, apa yang perlu ditangisi ? Mungkin bukan aku yang dapat mengisi hari-harinya. Mungkin bukan aku yang dapat membuatnya senang. Mungkin juga bukan aku yang dapat berbagi rasa suka dan duka. Aku hanya tetap bisa mengaguminya dan berharap dia akan bahagia dengan pilihannya itu. Cinta pertama ku ini hanya sebatas mimpi yang tidak akan pernah terwujud.
true story by Kartika Dewi and Harris Anggara Gultom
Selengkapnya...